Jumat, 08 Juli 2011

Kesenian Tradisional


.Wayang kulit
Wayang kulit merupakan kesenian tradisional yang sudah berusia ratusan tahun. Dalam pertunjukan wayang kulit, penonton dapat menyaksikan dari aah depan atau dari arah belakang, penonton akan melihat bayang-bayang wayang di dalam kelir (tirai kain putih untuk menangkap bayangan wayang kulit). Bayang-bayang inilah yang mungkin menjadi cikal-bakal lahirnya istilah wayang yang berarti baying-bayang. Dapat ditafsirkan bahwa cerita dalam pewayangan mencerminkan baying-bayang kehidupan manusia di dunia.
Wayang kulit gaya Yogyakarta mempunyai tampilan fisik yang berbeda dengan wayang dari daerah lain. Perbedaannya terletak pada beberapa hal : wayang gaya Yogyakarta terkesan dinamis atau terlihat bergerak, ditandai dengan tampilan posisi kaki melangkah lebar seperti orang yang sedang melangkah ; tamplan bentuk luarnya lebih tambun dan tidak terkesan kurus; tangannya sangat panjang hingga menyentuh kaki; serta tatahannya inten-intenenan, terutama pada pecahan uncal kencana, sumping, turido, dan baghian busanan lainnya. Dilihat dari sunggingannya (lukisan/perhiasan yang diwarnai cat), digunakan sungging tlancap atau sungging sorotan, yaitu unsur sungging yang berbentuk segitiga terbalik yang lancip-lancip seperti bentuk tumpal pada motif kain batik; dan di bagian siten-siten atau lemahan, yaitu bagian di antara kaki depan dan kaki belakang, umumnya diberi warna merah.
Untuk mengetahui wayang gaya Yogyakarta, di tentukan dari jenis mata wayang. Bentuk hidung wayang, bentuk mahkota, jenis makaian kain (dodot) dan posisi kaki, serta atribut lainnya merupakan beberapa atribut yang perlu diperhatikan untuk mengenal wayang Yogya.
.Wayang Wong
Sesuai dengan namanya, kesenian ini menggunakan wong (orang) sebagai pemainnya. Beda dengan wayang kulit yang menggunakan wayang dari kulit sebagai alat peraganya.
Wayang wong adalah suatu seni drama yang menggabungkan antara seni dialog dan seni tembang.Pertama kali diciptakan oleh K.B.A.A. Mangkunegara I yang berkuasa dari tahun 1757 sampai tahun 1759.Pemain-pemainnya adalah para abdi dalem keraton sendiri.. Pada masa pemerintahan Mangkunegara V, pada tahun 1881, pegelaran wayang wong semakin hidup dan dianggap sebagai hiburan. Selnjautnya wayang wong berkembanng menjadi wayang wong gaya Suakrata dan wayang wong gaya Yogyakarta.
Wayang wong gaya Yogyakarta pertama kali muncul pada pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII yang bertakhta dari tahun 1878 sampai tahun 1921. Dahulu kala, wayang wong hanya dipentaskan di lingkungan keraton, yaitu di Baluweti.Para pemainnya adalah pangerandan keluarga keraton sendiri. Kesenian ini merupakan ajang ekspresi kehalusan budi, keterampilan tari, dan bela diri. Semua pemainnya laki-laki. Bahkan, tokoh wanita pun dimainkan oleh laki-laki.
Perbedaan antara wayng wong gaya Surakart dan Yogyakart terletak pada penggunaan kethok dan kecrek serta dalang untuk suluk (nyanyian atau tembang dalang yang dilakukan ketika akan memulai adegan di pertunjukkan wayng) dan menceritakan adegan yang silih berganti untuk gaya Surakrata. Adapun gaya Yogyakarta hanya menggunakan keprak (bunyi-bunyian pengiring gerakan) serta pembaca kandha yang bukan merupaka dalang. Pada gaya Surakarta, cengkok atau lagu percakapan Nampak lembut merayu, sedangkan gaya Yogyakarta terlihat datar melankolik. Dalam gaya Surakarta, tarian terlihat luwes sedangkan dalam gaya Yogyakarta tarian tamapak lebuh gagah, trengginas (lincah), dan memikat.
Pada masa pemerintahan Sri Suiltan Hamengkubuwono V (1822-1855) dipergelarakan tidak kurang lima cerita, yakni pragolomurti, petruk dadi ratu, rabinipun angkawijaya, joyosemadi, dan pregiwo-pregiwati.
Pada periode pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII (18877-1921) hanya dua kali pementasan dengan lakon Sri Suwela dan pregiwo-pregiwati.
Wayang wong mencapai popularitasnya pada saat Sri Sultan HB VII berkuasa. Pada masanya digiatkan pembaruan dan penyempurnaan besar-besaran pada tata busana, tehnik, ragam gerak tari dan kelengkapan pentas. Proyek ini melibaakan empu tari KRT Joyodipuro, KRT Wirogunp, GPH Tejokusdumo, KRT Wironegoro, BPH Suryodiningrat, dan KRT Purboningrat. Selama periode 1921-1939 ini tidak kuarang 20 lakon wayang wong dipentaskan.
.Ketoprak
Surakarta tahun 1898, Wabah pes merajalela dan meminta banyak korban jiwa. Banyak orang dirawat di barak-0barak darurat. Untuk menghibur rakyat yang sedang menderita, KRT Wreksadiningrat segera mengerahkan para abdi untuk merawat dan mempersembahakan hiburan kesenian. Mereka membawa lesung untuk ditabuh disertai dengan tarian dan nyanyian.
Beberapa seniman mengembangkan ketoporak lesung tersebut dengan menambah instrument musik seperti siter (alat music petik yang bardawai , bentunya menyerupai kecapi Sunda), gender (gamelan Jawa yang terbuat dari bilah-bilah logam berjumlah empat belas dengan penggema dari bamboo), kendang dan genjring rebana kecil yang dilengkapi dengan kepingan logam bundarpada bingkainya). Mereka mulai manggung di luare tembok keraton dengan memakia kostum ala Turki atau Arab dang mengambil cerita rakyat Jawa. Dialognya dinyanyikan samil menari.
Ketoprak lesung dari Solo untuk pertama kalinya dipentaskan di Yogyakarata pada tahun 1900, yaitu sebagai hiburan dalam rangka memeriahkan perkawinan agung KGPAA Paku Alam VII dengan RA Puwoso, putrid Sunan Pakubuwono X.Sejak saat itu ketoprak berkembang di Yogyakarta.
.Dagelan Mataram
Dagelan Mataram adalah pertunjukan humor atau lawak yang dialognya menggunakan bahasa jawa. Kesenian ini berkembangdi wilayah Yogyakarta mengguinakan bahasa jawa. Kesenian ini berkembang di wilayah Yogyakarta jenis lawakan ini popular di Yogyakarta sekitar tahun 1950-an.
Cerita yang dipentaskan dalam dagelan Mataram biasanya cerita sederhana dan dekat dengan kehidupan masyarakat desa. Misalnya, konflik rumah tangga yang kemudian dapat diselesaikan secara adil. Intrik-intrik dalam konflik itulah yang dibumbut dengan dagelan segar.
Makna di balik dagelan sederhana itulah yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Melalui dagelan, kritik atas sesuatu yang melenceng dapat diungkapkan tanpa menyinggung perasaan seseorang.
Di tahun70-an dikenal pemain Dagelan Mataram yang cukup popular yaitu, Basiyo. Beberapa kaset dagelannya beredar di masyarakat seperti Besanan, Dadung Kepuntir, Degan Wasiat, Gauttkaca Gandrung, Kapusan, Maling Kontrang-Kantring, mBecak, mBlantik Kecelik, Midang, Ngedan, Pangkur Jenggleng, dan Gandrung. Bersama sang istri, Darsono, dan Arjo, Basiyo mengemas dagelan Mataram menjadi segar dan kocak.
Di era 1990-an, dagelan Mataram mulai menghilang dari masyarakat. Kesenian jenaka ini tergeser oleh jens kesenian lain yang lebih baru semisal campursari dan dangdutan.
.Wayang Beber
Pertunjukan wayang Beber dilakukan dengan pembacaan cerita atau gambar yang melukiskan kejadian atau adegan yang terlukis pada kertas. Pada saat ini, pertunjukan wayang beber dapat dikatakan sudah punah karena lukisan mengenai wayang tersebut tidak dibuat lagi.
Wayang Beber termasuk wayang yang paling tua usianya. Ia berasal dari masa akhir zaman Hindu di Jawa. Pada mulanya, wayang beber berkisah tentang cerita Mahabharata kemudian beralih ke cerita panji dari Kerajaan Jenggala pada abad XI dan mencapai jayanya pada zaman majapahit sekitar abad XIV-XV.
Ketenaran wayang ini memudar sejak zaman Mataram. Salah satu wayang beber yang tersisa ditemukan di desa Gelaran, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, yang terletak 47 km sebelah tenggara kota Yogyakarta. Wayang Bebertersebut dinamai wayang beber kyai Remeng, milik Ki Sapar Kromosentono yang merupakan ahli waris ketujuh.
Menurut cerita rakyat di sana , wayang beber tersebut dibuat dalam rangka peringatan tujuh bulan kandungan Sultan Hadiwijaya (1546-1586) yang terkenal dengan sebutan Jaka Tingkir. Di Jawa dinamakan mitoni. Setelah Jaka Tingkir dinobatkan sebagai raja Pajang, Kyai Remeng dijadikan pusaka kerajaan dan kemudan diwariskan ke Mas Ngabehi Saloring PAsar yang bergelar Panembahan Senopati, putra angkanya. Di kemudian hari, Kyai Remeng menjadi pusaka Keraton Mataram.
Hingga saat ini, wayang beber Kyai Remeng dianggap sebagai benda pusaka oleh keluraga Ki Sapar Kromosentono. Setiap Jumat, benda keramat ini diselamati dengan sesaji.
.Tayub
Tayub berasal dari kata mataya yang berati tarian dan guyub ynag berarti rukun. Jika digabungkan berarti tarian kerukunan atau tarian persahabatan Di Yogyakarta juga ada semacam tayub yang disebut beksan pangeranan. Seorang penari bisa ditemani seorang teledek atau beberapa teledek secara bersamaan. Saat gamelan berhenti, baru minuman disajikan. Dahulu kala, tarian tayub hanya dilakukan oleh kerabat bangsawan yang memang telah mahir menari.
Disebutkan dalam Serat Cenhini, pada awal abad XIX putara Sunan Giri III melakukan pengembaraan ke Seantoro jawa. Waktu tiba di Desa Kepleng, ia menyaksikan penduduk gemar barmain tabuh-tabuhan dan dilanjutkan dengan tayuban dengan perempuan ynag bernama Gendra. Dalam membawakan tarian, Gendra begitu memukau penonton sehingga meangsang meeka untuk menari bersamanya. Akibat mereka saling berebut untuk bisa menari bersam Gendar, tidak jarang terjadi ketegangan, percekcokan, dan bahkan perkelahian. Gendra memang berarti si pembuat ianr.
Tayub yang berkaitan dengan ritus kesuburan masih ada didaerah Semin Gunungkidul. Diadakan dalam rangka perayaan datangnya Dewi Sri, dewi kesuburan. Awalnya teledek menari dengan diiringi gending Sri Boyong,agar Dewi Sri hadir di antara mereka unutk melindungi petani dari segala hama tanaman. Kemudian dilanjutkan dengan gending Sri Katon untuk menghormati Dewi Ssssri yang sudah hadir diantara mereka. Setelah gending Rujak Jeruk, maka para penonton bersuka cita menari bersama teledek.
Dalam perjalanan waktu, tayub telah semakin jauh dari konsep luhur tentyang kesuburan. Tayub telah memudar dan dibelokkan pada wujud ynag mengesampingkan noram susila. Kehidupan penari tayub, yang disebut ronggeng, lekat dengan
kehidupan asusila dan tidak senonoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar